Organisasi Advokat Tidak Sesuai UU: Masalah atau Peluang Perbaikan Sistem Hukum

Organisasi Advokat Tidak Sesuai UU: Masalah atau Peluang Perbaikan Sistem Hukum

Jakarta-Media-Antusias-Publik

Nasib organisasi advokat (OA) yang pembentukannya tidak sesuai dengan Undang-Undang Advokat (UU Advokat) menjadi perhatian serius. Isu ini berpotensi menimbulkan masalah hukum dan etika profesi, namun juga membuka peluang untuk perbaikan sistem hukum yang lebih komprehensif.

Status Hukum OA yang Tidak Sesuai UU Advokat

Organisasi advokat yang didirikan tidak berdasarkan pada UU Advokat dapat dianggap sebagai organisasi masyarakat (ormas) biasa. Ciri-ciri OA yang menyerupai ormas antara lain adalah pendiriannya yang didasarkan pada UU Perkumpulan No. 17 Tahun 2013, bukan Pasal 28 UU Advokat No. 18 Tahun 2003. Selain itu, pembentukannya diragukan dilakukan oleh para advokat melalui Musyawarah Nasional (Munas).

Dampak terhadap Anggota dan Profesi Advokat

Advokat yang direkrut oleh OA yang tidak sah secara hukum berada dalam posisi yang tidak jelas. Produk atau hasil dari OA yang belum sah, termasuk advokat yang direkrut, menjadi tanggung jawab hukum personal dari pendiri atau pengurus OA tersebut. Keadaan ini tentu menimbulkan ketidakpastian dan berpotensi merugikan anggota serta citra profesi advokat secara keseluruhan.

Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pluralisme OA

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan putusan terkait organisasi advokat, yang membuka peluang pluralisme organisasi advokat di Indonesia. Dalam Putusan MK Nomor 112/PUU-XII/2014 dan 36/PUU-XIII/2015, MK menegaskan bahwa pengadilan tinggi wajib mengambil sumpah advokat tanpa mengaitkan keanggotaan mereka dengan organisasi advokat tertentu. Hal ini berarti, negara melalui pengadilan tinggi harus netral terhadap organisasi manapun dalam pengambilan sumpah advokat. Putusan ini memberikan ruang bagi keberagaman organisasi advokat, namun juga menuntut adanya regulasi yang lebih ketat untuk menjaga standar profesi.

Perlunya Regulasi dan Pengawasan

Untuk menjaga marwah profesi advokat, perlu dipikirkan regulasi yang dapat mengatasi masalah menjamurnya OA yang tidak sesuai dengan UU Advokat. Masyarakat pencari keadilan berpotensi menjadi korban jika kualitas jasa hukum advokat rendah akibat rekrutmen dan pendidikan yang tidak standar. Regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat menjadi kunci untuk memastikan bahwa hanya advokat yang kompeten dan berintegritas yang dapat memberikan layanan hukum kepada masyarakat.

Dewan Kehormatan Organisasi Advokat

Untuk mengatasi konflik internal dan menjaga etika profesi, Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk mewadahi pembentukan dewan kehormatan organisasi advokat yang bersifat tunggal dan independen di tingkat pusat. Dewan kehormatan ini diharapkan dapat menegakkan kode etik profesi advokat secara konsisten dan mencegah konflik antar organisasi advokat. Dengan adanya dewan kehormatan yang independen, diharapkan tercipta mekanisme pengawasan yang efektif dan dapat menjaga marwah profesi advokat.

Kesimpulan

Dengan adanya regulasi yang jelas, pengawasan yang ketat, dan dewan kehormatan yang independen, diharapkan profesi advokat dapat terjaga marwahnya dan memberikan jasa hukum yang berkualitas kepada masyarakat. Isu organisasi advokat yang tidak sesuai UU bukan hanya masalah, tetapi juga peluang untuk memperbaiki sistem hukum dan meningkatkan kualitas profesi advokat di Indonesia. Tutur A. Darwin RR. SH. MH.

Jakarta Kamis 4 Desember 2025

Penulis : Muhlis
Pimred. : Muhlis Anisah
Link:https://mediaantusiaspublik.com

Pos terkait